Ketika Gaji Penjaga Toilet Lebih Tinggi Dari Pada Gaji Seorang Guru Honorer - Egoswot

Ketika Gaji Penjaga Toilet Lebih Tinggi Dari Pada Gaji Seorang Guru Honorer

Sahabat Egoswot yang yang budiman dimanapun anda berada, hari ini Egoswot akan memberikan informasi untuk anda semuanya pembaca setia dengan judul Ketika Gaji Penjaga Toilet Lebih Tinggi Dari Pada Gaji Seorang Guru Honorer yang sedang viral dan di perbincangkan oleh banyak kalangan. Semoga informasi yang kami sajikan mengenai Tema Viral, dapat menjadikan kita semua manusia yang berilmu dan barokah bagi semuanya.

Ketika gaji penjaga toilet lebih tinggi dari pada gaji seorang guru honorer
lintasviral.com - Kisah guru honorer yang mempunyai gaji lebih rendah dari penjaga toilet ini sangat mengharukan. Guru honorer ini bekerja di salah satu sekolah swasta, yang bernama Fandi Fuji Hariansah (24) tahun mengaku harus menjaga sebuah toilet umum di kawasan Kota Tua untuk menambah penghasilannya.

Hal ini iya lakukan karena penghasilannya sebagai guru honorer disalah satu sekolah swasta di Jakarta hanya sekitar Rp. 1 juta setiap bulannya. Dengan gaji pas-pasan itulah yang membuat Fandi memilih untuk bekerja sambilan sebagai penjaga toilet umum dan tak cuma hal itu yang ia lakukan, Fandi juga ikut membantu berdagang salah seorang kerabatnya di Pasar Induk Kramat Jati setiap hari Sabtu dan Minggu ketika sekolah libur dengan niat untuk menambah biaya hidupnya sehari-hari.

“Saya itu nunggu WC umum, kemudian dagang buah-buahan juga di Pasar Induk Kramat Jati, ikut dengan saudara. Banyak saudara-saudara saya yang merantau ke Jakarta,” ungkap Fandi. Dari menjaga WC umum, Fandi mengaku bisa mendapatkan Rp 200 ribu perhari. Berdasarkan pengakuannya ia merasa miris karena pendapatannya sebagai guru jauh lebih kecil dibandingkan pendapatannya sebagai penjaga WC umum.

Sementara jika membantu berdagang di pasar, Fandi bisa mendapatkan uang sebesar Rp 150 sampai Rp 200 ribu perhari. Kadang saya miris juga, pendapatan jadi guru itu kalah dengan pendapatan WC umum,” ungkap Fandi sambil tertawa.

Fandi merasa minder jika mengingat pekerjaannya. Hal yang paling mengganggu pikirannya saat ini adalah pernikahan. “Minder ya pasti, Mas. Cuma itu aja pikirannya. Bisa nggak ya nikah,” ungkap lelaki berbadan tegap dan berkulit bersih tersebut. Saat ini Fandi mengaku memang telah memiliki seorang kekasih. Namun mengingat penghasilan dari pekerjaaannya sekarang hanya cukup untuk kebutuhan dirinya seperti makan dan tempat tinggal, Fandi merasa tidak percaya diri.

Fandi yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat telah melakukan pekerjaan sampingan itu sejak ia masih kuliah di universitas negeri di Jakarta hingga kini. Fandi mengaku baru enam bulan menjadi guru. Sebelumnya ia mengaku pernah menjadi tenaga kontrak Kementerian Pendidikan. Menurut Fandi ketika itu ia bisa mendapatkan Rp. 1,7 juta per minggu di luar dari penginapan dan makan. Namun Fandi memilih untuk menjadi seorang guru.

Apa yang membuat Fandi menjadi guru selama ini adalah pesan dari kakeknya di kampung. “Saya inget omongan kakek saya, Mas. Karena saya kuliah ini biaya dari kakek saya, sampai kakek saya jual sawah, jual kambing, jual kerbau. Kakek saya minta, jadilah guru. Insya Allah berkah hidupnya, nikmat, kemudian insya Allah sehat dunia akhirat, kata dia gitu,” ungkap Fandi lirih. Jika Fandi merasa lelah dan putus asa dengan kehidupannya, kata-kata kakeknya yang seorang petani itulah yang menjadi semangatnya untuk terus menjalani hidup sebagai seorang guru.

Fandi pun mengaku kerap menangisi nasibnya, namun pesan orang tuanya itu lah yang membuatnya meneruskan profesinya sebagai guru. Fandi mengaku memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah pasca sarjana dan menjadi praktisi pendidikan. Dengan menjadi praktisi di dunia pendisikan, Fandi berharap bisa berkontribusi bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Fandi mengaku mengetahui soal dana hibah pendidikan yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lewat Persatuan guru Indonesia (PGRI). Diketahui bahwa Pemprov DKI akan memberikan Rp. 367 miliar untuk PGRI pada tahun anggaran 2018. Dana tersebut rencananya akan diberikan kepada 52 ribu guru swasta yang ada di bawah naungan PGRI.

Terkait dengan dana hibah pendidikan di wilayah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Fandi berharap dana tersebut bisa disalurkan kepada yang benar-benar berhak. “Saya harap, dana hibah ini disalurkan kepada yang benar-benar berhak menerimanya. Yang kedua adalah jangan sampai ada kolusi dan nepotisme, karena kenal didahulukan dan sebagianya,” harap Fandi.

Selebaran yang Meresahkan

Seorang guru SD AlMaaruf Cibubur, Fathiaturohmah mengatakan mendapat selembar foto selebaran yang meresahkannya. Foto selebaran tersebut berisi 12 poin persyaratan untuk mendapatkan dana hibah. “Kalo saya baca salah satu syaratnya itu. Jadi nanti yang menyalurkan adalah PGRI dan yang boleh mendapatkan adalah yang punya kartu PGRI, Kartu Anggota,” kata Fathi.

Isi tulisan dalam foto yang tersebar tersebut adalah sebagai berikut:

Persyaratan Pendataan Guru Swasta Untuk Mendapat Tunjangan Dari Pemerintah Provinsi DKI:

1. Terdaftar di Dapodik
2. Surat aktif mengajar dari Kepala Sekolah
3. Data kolektif yang diketahui Yayasan dan Kasatlak
4. Surat pernyataan Kepala Sekolah bahwa guru tersebut aktif mengajar bermaterai 6.000 Kepala Sekolah, jika salah mendata maka Kepala Sekolah wajib mengembalikan dana.
5. S1 Linier yang diampu
6. Fotocopy akreditasi sekolah / yang tidak memiliki akreditasi gugur
7. SD, SMP, SMK, Swasta DKI
8. Memiliki rekening Bank DKI
9. Guru yang PNS di swasta tidak dapat mengajukan
10. Guru yang walaupun mengajar di beberapa sekolah hanya satu tempat induk yang diajukan
11. Tiap 1 Kecamatan dibentuk 3 orang operator untuk mendata guru swasta yang ditunjuk PGRI kota.
12. Kepala sekolah atau Yayasan tidak boleh mengurangi/menurunkan gaji tersebut setelah mendapat tunjangan dari Pemerintah Provinsi.

Fathi yang merupakan anggota (Federasi Serikat Guru Imdonesia) FSGI mengaku bahwa dirinya dan rekan-rekannya mendapatkannya melalui pesan singkat pada Kamis (30/11/2017). “Kalo kami dapetnya dari WA yang syarat itu. Sedikit meresahkan sih. Terus saya harus pindah? Atau biar dapet, udahlah saya punya dua kartu anggota ya? PGRI dan FSGI?” ujar Fathi sambil terkekeh.

Menurut Fathi, poin 11 dari persyaratan tersebut mengharuskan guru yang mendaftar untuk mendapatkan dana hibah haruslah memiliki kartu anggota PGRI. “Kalo saya baca, syaratnya salah satunya itu. Jadi nantinyang mrnyalurkan adalah PGRI dan yang boleh mendapatkan adalah yang punya kartu PGRI, kartu anggota,” ungkap Fathi. Bagi Fathi, menjadi anggota di dua organisasi serikat guru merupakan sebuah langkah yang tidak etis.

Fathi adalah seorang guru tetap sekolah swasta yang telah menjadi guru di sekolah tempatnya mengajar sejak tahun 2004 (13 tahun). Sejak Fathi mengajar, ia mengaku tidak pernah mendengar ada program hibah dari Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI). “Belum begitu familiar yang dana hibah ini. Tapi ada tunjangan dulu dari pemerintah itu namanya tunjangan fungsional. Mirip-mirip begini, tapi dari Kemendikbud langsung. Seluruh Indonesia mendapatkan,” kata ibu yang dikaruniai dua anak itu.

Menurutnya, syarat untuk mendapat tunjangan tersebut hampir sama dengan program dana hibah dari Pemprov DKI lewat PGRI tersebut. Syarat yang dimaksud adalah terdaftar di Data pokok pendidikan (Dapodik) dan Nomor Unik Pendidik dan Data Pendidikan (NUPTK). Dalam hal ini, Fathi mengapresiasi keinginan Pemprov DKI untuk meningkatkan kesejahteraan para guru sekolah swasta honorer, namun ia tidak sepakat bahwa mekanisme pemberian dana tersebut harus melalui PGRI.

Meski Fathi tidak akan mendapatkan dana hibah itu, namun ia menyayangkan jika guru-guru yang tidak tergabung ke dalam organisasi PGRI tidak bisa mendapatkan dana sebesar Rp. 500.000 per bulan selama setahun itu. Bagi Fathi, uang sebesar itu pasti sangat bermanfaat bagi relan-rekannya yang menjadi tenaga pendidik honorer di sekolah swasta mengingat kebutuhan hidupndi Jakarta yang cukup tinggi.

Menolak Mekanisme Hibah

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Serikat Guru Jakarta (SEGI Jakarta) menolak mekanisme dana hibah tunjangan guru honorer swasta DKI Jakarta yang melalui PGRI. Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo menyatakan bahwa dalam mekanisme tersebut berpotensi terjadi penyalahgunaan “Kalo seperti ini yang terjadi, ini berpotensi terjadi penyalahgunaan dana hibah. Kedua, ini melanggar peraturan Undang-Undang guru dan otonomi daerah,” ungkap Heru di LBH Jakarta, Jakarta Pusat pada Minggu (4/12/2017).

Menurut pihaknya, berdasarkan fungsi dan kewenangan organisasi profesi guru Pasal 42 UU Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005, organisasi profesi guru seperti PGRI tidak memiliki kewenangan untuk menyalurkan dana hibah. Menurut UU tersebut, organisasi guru hanya memiliki kewenangan untuk menetapkan dan menegakkan kode etik guru, memberikan bantuan hukum kepada guru, memberikan perlindungan kepada guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, serta memajukan pendidikan nasional.

FSGI juga mengingatkan bahwa tidak semua guru honorer swasta adalah anggota PGRI. Masih ada banyak guru honorer swasta lain yang berada dalam naungan organisasi profesi guru seperti IGI, FGII, PGSI, PERGUNU, dan Persatuan Guru Muhamadiyah. FSGI juga menilai bahwa jumlah dana sebesar Rp. 367 miliar yang diberikan kepada PGRI untuk 52 ribu guru dengan total Rp. 6 juta (per tahun) terlalu besar mengingat jumlah guru honorer di Jakarta baik dari TK, SD, SMP, SMA/SMK tidak sebanyak itu

FSGI menilai masih ada sisa puluhan miliar rupiah dalam perhitungan itu. Menurut FSGI, perhitungan PGRI soal jumlah guru honorer sekolah swasta yang akan diberi dana hibah kurang tepat. Untuk itu FSGI merekomendasikan bahwa penyaluran dana hibah itu dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta dengan membentuk satuan khusus dan tidak dilakukan lewat organisasi profesi guru seperti PGRI.

Selain itu, FSGI juga mendorong pemerintah untuk tidak hanya mengalokasikan dana hibah untuk tunjangan peningkatan kesejahteraan guru, melainkan juga peningkatan kualitas guru dengan membuat pelatihan-pelatihan.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sekian untuk artikel Ketika Gaji Penjaga Toilet Lebih Tinggi Dari Pada Gaji Seorang Guru Honorer kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk kita semua. Sampai jumpa di postingan artikel Egoswot lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Ketika Gaji Penjaga Toilet Lebih Tinggi Dari Pada Gaji Seorang Guru Honorer dengan alamat link https://egoswot.blogspot.com/2017/12/ketika-gaji-penjaga-toilet-lebih-tinggi.html

Subscribe to receive free email updates:

AdBlock Detected!

Suka dengan blog ini? Silahkan matikan ad blocker browser anda.

Like this blog? Keep us running by whitelisting this blog in your ad blocker.

Thank you!

×